Cerpen.
Malam itu mereka berkumpul di ruang tengah. Bukan suasana senang dan penuh tawa yang memenuhi atmosfir di sana. Salah satu anak besok akan pergi dan menjalani hidupnya sendiri. Amonya menangis sesenggukan, di tangannya ada gumpalan tisu yang basah karena air mata. Sedang sang Abo menenangkan istrinya sekaligus menguatkan batinnya.
"Besok hati-hati saat di perjalanan. Pegang teguh pelajaran yang diberikan Amo" ucap Abo sambil menepuk pundak sang anak.
-
Pagi itu, angin berhembus segar seolah membawa energi untuk beraktivitas. Langit tampak bersih dari awan, burung-burung mengepakkan sayapnya lebar. Sesekali kapal yang bersandar ikut bergoyang saat ditiup angin. Langkahnya terhenti di depan jalan mengarah ke dermaga. Ia mengamati kapal-kapal itu. Jumlahnya mungkin puluhan. Bentuk dan warnanya berbeda satu sama lain. Dari dermaga inilah awal perjalanannya.
"Kapal-kapal di sana memiliki keunikan masing-masing. Beda luarnya namun sama tujuannya. Pilihlah kapal yang memiliki rute berlayar yang jelas. Kamu perlu mengandalkan dirimu sendiri" pesan Amo beberapa bulan yang lalu.
Pandangannya belum terlepas dari kapal-kapal itu. Ia juga memandangi para calon penumpang yang berseliweran di dermaga. Beberapa dari mereka ada yang asal naik ke kapal, ada juga yang terpaksa memilih kapal karena mengikuti pilihan temannya. Namun tak sedikit juga yang sama sepertinya, berpikir matang untuk menentukan akan naik kapal yang mana.
Suasana dermaga ramai oleh calon penumpang kapal. Dari tempat ia berdiri, ia mengamati sepasang anak muda sedang berjalan diselingi obrolan ringan. "Hah, awalnya mencuri mangga membuatmu bisa mencuri peringkat di sekolah?" tanya gadis itu pada pria di sebelahnya. Mereka berjalan beriringan melewatinya. Di punggung gadis itu, ia membawa tas ransel besar. Rambutnya dikuncir satu, sepatu tali yang dipakainya tampak usang, dan jaket yang diikat di pinggang.
"Yah, kalo orang bilang sih bisa karena terbiasa" jawab pria itu lalu membenarkan posisi kacamata hitamnya. Penampilannya cukup nyentrik namun karena parasnya, jadi terlihat menarik. Mungkin mereka sepantaran.
Mereka berdua asyik mengobrol sambil diselingi diskusi kapal mana yang akan dinaiki. Sang gadis menunjuk kapal dekat pos. Sang pria menggeleng sambil memegang dagu. Tangan gadis itu kemudian digenggam dan diajak masuk ke kapal pilihan sang pria, kapal ketujuh di sebalah barat pos.
Sejenak ia menundukkan kepala lalu memejamkan mata. Berdiskusi dengan diri sendiri menentukan pilihan kapal yang terbaik untuknya. "Tolong lindungilah saya dalam perjalanan bersama kapal yang saya pilih. Berilah kekuatan dan kesabaran untuk saya selama di perjalanan hingga sampai di tujuan" ucapnya dalam hati. Kemudian ia bergegas naik ke kapal.
Bisa dibilang, perjalanan ini tidak biasa. Kapal itu memang akan mengantar para penumpang ke tujuannya. Tapi kadang realita berbeda dengan rencana. Ada yang di tengah jalan tidak bisa sampai, ada yang baru sampai dermaga tapi tidak bisa berlayar, penyebabnya karena mereka sudah harus kembali. Kembali sebelum berlayar. Mereka mungkin tidak menyadari kalau kembali itu adalah cara untuk menyelamatkan dirinya. Karena ada yang sayang dengannya. Tapi kadang mereka suka protes dan iri melihat penumpang lain sepertinya bisa berlayar tanpa hambatan dengan kapal pilihannya.
Kapal berangkat meninggalkan dermaga. Setelah mendapat kursi di sisi kanan kapal, sang anak meletakkan tasnya di dekat kaki lalu memandang ke jendela. Sesekali ia mengamati penumpang lain di kapal itu. Mereka beragam. Tatapannya berhenti pada seorang pria bertopi dengan kedua earphone yang menggantung di telinga. Pria yang asal naik ke kapal, yang dilihatnya saat di dermaga. Ia tampak menikmati perjalanan.
"Saya berangkat Abo, Amo. Semoga kita dipertemukan lagi nanti" ucapnya pelan. Ia berbisik ke ombak yang menghantam kapal dan angin yang bertiup. Ternyata, ombak dan angin mengirimkan pesannya. Siapa sangka, baru di awal perjalanan ia sudah harus kembali.
0 comments:
Post a Comment